-->

Perang kekuatan opini Influenzer dan Buzzer

Oleh: Siddiqurrohman Abad Arz*

Denny Siregar pernah menyampaikam dalam opininya bahwa, Tercatat "Revolusi Tunisia" di tahun 2010 berhasil menggulingkan rezim Ben Ali, karena masyarakat tergerak dengan aksi bunuh diri seorang pedagang sayur yang dagangannya dijarah aparat.

Kemudian tahun 2011, Mesir bergolak dengan berkumpulnya ratusan ribu orang di Thahrir Square menuntut Hosni Mubarak turun. Semua komunikasi dan informasi untuk aksi di Mesir itu menggunakan Facebook dan Twitter.

Bisa dibilang Arab Spring lahir di masa media sosial atau Arab Spring menggunakan media sosial sebagai alat. Dari peristiwa jatuhnya banyak negara dengan menggunakan media sosial, bisa dilihat bahwa media sosial efektif dijadikan sebagai alat propaganda..

Berdasarkan data Internet World Stat, pengguna Facebook di Indonesia mencapai 130 juta, dan berada di peringkat ketiga pengguna global sesudah India dan AS. Sedangkan di Twitter, Indonesia masuk sebagai negara pengguna terbanyak ke lima di dunia. (Bahan untuk wawancara dengan TV ABC sore nanti).

Media sosial bukan sekedar alat penyampai informasi, hari ini menjadi kekuatan dalam memenangkan opini. Peran besar akhir akhir ini banyak dilakukan oleh orang yang netizen menyebutnya, Influencer dan Buzzer. 

Influencer. Sebutan bagi orang yang mempunyai pengaruh kuat dalam menggiring opini untuk lebih dalam diperbincangkan oleh khalayak media sosial. Sedang, Buzzer ia merupakan orang yang melakukan demo opini dengan tulisannya dan memviralkannya sesuai permintaan yang membayarnya. Sekilas dari perbedaan dua pelaku media sosial itu tampak jelas sudah. 

Dalam maksud penulis muncul keinginan untuk semua masyarakat agar bisa mempertegas kehati-hatian dalam menggunakan media sosial. Meskipun hari tak bisa kita hindari untuk juga terlibat dalam dunia digital ini tentu justru memerlukan peran positif untuk tetap memberikan dedikasi informasi baik untuk masyarakat luas. 

Khususnya di arena tahun politik saat ini. Dimana buzzer semakin banyak mendapatkan aliran kerjaan menggiurkan untuk melicinkan keinginan sang calon penguasa. Dampak negatif sudah banyak kita saksikan yang menyinggung identitas sara, ras dan agama sebagai makanan mereka dalam adu kekuatan opini. Masyarakat sebagai sasaran konsumen nya harus bagaimana? Saran singkat saya, banyak hati hati dalam memberikan Like, Koment, dan Share.

Perang hestag misalnya, #2019ganti presiden dan #2019tetapjokowi berhasil menggerakkan massa beribu-ribu manusia. Influencer dan Buzzer bekerja keras didalamnya, ditabuh dengan setting video dan foto yang saling menyikut, memotong elektabilitas calon. Meskipun sudah didahului oleh pendekar media sosial di luar negeri untuk beradu kekuatan di panggung politik, hal tersebut kerap terjadi di negeri kita bukan?
Silahkan cek and ricek lalu lalang dapur mendsos anda masing-masing. 

Hari ini, syetan banyak berkeliaran disekitar tangan dan jari ini kita. Selalu kita awasi jari kita, agar tidak mudah menklik fasilitas layar sentuh yang cepat tanggap diperintah jari kita. Jika mampu jadilah Influencer dalam memerangi informasi dan opini bernada provokasi dan berenergi negatif. Karena lawan kita sangat lengkap senjatanya, terpenuhi perutnya, dan syetan selalu menghibur nya. 

Surabaya, 10/07/2018

*Petani milenial digital-content

CARA MUDAH UPDATE POSTINGAN:

0 Response to "Perang kekuatan opini Influenzer dan Buzzer"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel