-->

Drama politik 2019 dari kaum bersorban.



Dua kubu orang bersorban beberapa kali telah mengadakan deklarasi dukungan calon pemimpin negara Indonesia, mereka menyebutnya ijtimak ulama atau musyawarah para ulama. Mudah-mudahan berangkat dari niat hati yang tulus memikirkan masa depan masyarakat Indonesia. Bukan panggilan merebut kekuasaan dengan mengatasnamakan Agama. Bukan juga bagian rentetan kontes politik (politik efek) DKI yang hampir terjadi baku hantam kuat antar pendukung dari dua kubu (meminjam Kata Pak Fahri jamaah). Masyarakat harus pilih ulama yang mana? Baiklah, mungkin kata demokrasi cukup ampuh menyelesaikan pertanyaan serius ini.

Menurut hemat saya, pemilih yang demokratis lebih banyak akan ditemui di masyarakat awam yang masih kokoh memegang kepercayaan terhadap kyai kampung dimana harus istikhoroh menentukan pilihannya dibandingkan masyarakat youtube dan facebook yang mudah dipengaruhi informasi serba abu abu dipoles cantik oleh alat editing foto dan video, abu abu dalam memposisikan peran serta fungsi umara (pemimpin negara)  dan ulama (Kyai dan ustad).

Layaknya drama, setting lakon dan informasi bisa dilakukan dibelakang panggung. Mencipkan sifat pada manusia ada yang baik, ada yang nabi ada iblis, ada ulama ada PKI, ada jilbab ada cadar, ada kopyah ada sorban,  Keputusan nunggu intruksi satu dua orang agamawan muslim tertentu. Aneh aneh lakon zaman edan.

Inilah dunia kita hari ini, mau bagaimana lagi? Hadapi.

Betapa beratnya menjadi pemimpin, dari buku yang saya baca banyak sekali kreteria yang harus dipenuhi, dari beberapa organisasi yang saya ikuti banyak sekali saya temukan bahwa pemimpin itu di bentuk oleh pengalaman, pengetahuan dan jaringan. Tidak mudah bukan? Tidak cukup pinter, tidak cukup kaya, tidak cukup ahli agama, tidak cukup baik apalagi kurang baik.

Jelang beberapa hari penutupan pendaftaran Capres Cawapres, meskipun masih ada kemungkinan pengunduran tanggal, sebelum terlambat saya mempunyai harapan besar bisa muncul poros capres cawapres baru. Gunanya, untuk mencairkan suasana kaku dari banyak pendukung siap tempor kedua kubu sedari 5 tahun lalu.

Memang lebih fair sepertinya kalau ada lebih dua calon presiden di pilpres 2019. Minimal kekuatan fanatisme pendukung dua calon lama itu bisa cair, karena 5 tahun fanatisme dukungan cukup mempunyai kekuatan besar untuk saling menjarah kekuasaan dengan frontal. Bukan tidak mungkin petani bisa saling menyasar kepala orang dengan arit yang biasa dipakai untuk memotong rumput setelah kabar media bisa sangat cepat memberi kabar perang sampai kepelosok kampung.

Sejauh ini indonesia telah banyak melahirkan banyak tokoh politisi, akademisi, pengusaha, agamawan, dan tokoh milenial. Sangat mungkin beberapa tokoh itu membangun komunikasi politik untuk mengusung calon baru bukan? Tentu ini kabar menyejukkan suasana kita hari ini, demokrasi lebih segar, wajah pendukung yang terlanjur fanatik bisa diterapi lebih fresh senyum dan semangatnya.

Drama bisa diretur ulang biar lebih fresh dan penontonnya bahagia dunia akhirat tanpa iming iming nasi bungkus dan tebal lipatan sorban. Mungkin juga perlu ganti topik yang kaku dengan bungkus Agama apalagi saling menjelekkan tokoh agama satu sama lain. Iya, topik kebangsaan dan persatuan mungkin lebih oke.


Bravo Indonesia, Susuki rakyat Indonesia.

#porosbarupilpres2019

Siddiqurrohman Abad Arz,
Penikmat kopi revo Surabaya.

CARA MUDAH UPDATE POSTINGAN:

0 Response to "Drama politik 2019 dari kaum bersorban. "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel