-->

CATATAN SI PEMABUK TENTANG TIANG LISTRK


 Oleh : Zainullah Fikr*


Ahhh, seperti biasa ketika aku pulang kerumah, selalu disuguhi dengan ocehan yang membuat telingaku menjadi panas, rival antara bapak dan ibuku yang ingin lebih unggul dalam kekayaan sepertinya tak akan pernah berhenti sampai kapanpun, mereka berdua sama-sama keras kepala dalam berumah tangga, mereka tak ubahnya seperti rivalitas para kapitalis, tak ada bedanya antara chapulet dan montague dalam kisah rome dan juliete, aku sebagai anak tak bisa melakukan apapun karena memang tak punya power dalam rumah ini, saya hanya mencari aman saja ketika orang tuakubsaling berseteru, wajar emang karakteristik orang Indonesia tak bisa saya lepaskan, dan bisa dilihat sendiri indonesia hanya cari aman, dibilang sosialis tapi yang berkuasa para pemodal, dibilang kapitalis tapi pertumbuhan ekonominya masih nyandet, ah entahlah kondisi saat ini hanya membuat saya semakin gila, kadang saya iri dengn adik-adik saya, tidak tahu apa-apa, tahunya hanya dikasih uang jajan. Apakah ini memang beban saya sebagai anak pertama yang memang dituntut tahu lebih dalam, tapi karena tahunya aku, semakin membuatku menjadi lebih gila, karena saya tahu tapi tidak bisa melakukan apa-apa untul keluarga.

Huuh, aku tak ingin menjadi lebih gila lagi. Kuputuskan untuk ambil uang diloker, dan ketika kubuka loker hanya ada uang 3 juta, ya aku ambil saja. Dengan uang 3 juta saya keluar rumah untuk sekedar menghilangkan rasa yang membuatku semakin menjadi stres. Alhasil dengan uang 3 juta aku pergi ke toko minuman keras langgananku, kubeli beberapa botol minuman keras.  Stelah beli minuman jahanam tersebut aku menuju tempat yang biasanya dibuat nongkrong dengan teman-teman ku. Disana ternyata sudah kumpul taman-temanku dengan ditemani nyanyian malam dan gitar serta kajon sebagai musik yang mengiringi lagu. Banyak orang yang menganggap teman-temanku sebagai sampah masyarakat karena gaya hidup yang tak jelas, namun disisi lain merekalah yang mengispirasiku dengan beberapa lagu sebagai kritik sosial.

Kusuguhkan minuman yang aku beli tadi kepada teman-temanku. Hmmm rasanya ada yang kurang. Oh iya kacang dan rokok sebagai pendamping minuman yang saya beli tadi. Kusuruh deni untuk membeli rokok dan kacang ditoko swalayan terdekat. Kusodorkan uang padanya dan diapun berangkat. Kulihat andi asyik dengan kesibukanya mengoplos minuman yang saya beli. Memang rasanya minuman oplosan andi tak ada yang dapat mengalahkan, bahkan bar berkelas duniapun. Maklum dia mantan bartender terbaik di bar berkelas dunia, karena ada masalah dengan seorang karyawan bar karena iri terhadap karir andi. Bodohnya andi dia lebih memilih mengalah dari pada masalah semakin runyam. Ya inilah Indonesia, bukan yang pintar yang berprestasi. Tapi yang licik selalu memang, hal seperti ini berlaku dibidang manapun di Indonesia, khususnya Politik.

Hampir setengah jam si denipun datang dengan beberapa bukngkus kacang serta rokok yang dibelinya. Haah pesta segera dimulai. Andi menjadi bandar, dia menuangkan muniman yang dioplosnya kedalam gelas kecil lalu diputar. Setelah 11 putaran berlalu otak ini sudah kehilangan kesadaranya, kami bernyayi menghibur diri ditengah malam yang sunyi dan gelap. Nyanyian kami menembus gelapnya malam, berharap tuhan mendengarnya, karena dalam lagu kami tersimpan pesan, keresahan jiwa-jiwa kami berharap tuhan segera mencerahkan. Dan menuntun kami menuju hidup yang lebih cerah. Tuhan oh tuhan, jadikan saya tokoh dalam skenario kehidupanmu yang berperan sebagai tokoh yang selalu hidup bahagia, agar kita tidak mencari kebahagiaan yang dituntun oleh minuman jahanam ini.

Malam hampir menjelang pagi, karena merasa kurang enak badan kuputuskan untuk pulang duluan, aku pamit ke taman-temanku yang masih asyik dengan pesta rianya. Kaki ini rasanya berat untuk menuju rumah. Entah karena teringat lagi dengan kondisi rumah atau karena otak ku terpengaruh minuman jahat ini. Di tengah jalan menuju rumahku, kulihat tiang listrik dipinggir jalan. Tiang tersebut sekan-akan hidup dan mempunyai ruh. Ditelingaku terbayang-bayang tiang itu memanggilku dan menggodaku untuk mendekatinya. Berdiri tegak menjulang tinggi ditengah malam yang dingin. Entah kenapa saya kagum dengan tiang tersebut baru kali ini. Padahal aku sering melewati jalan ini dan sering mengabaikan tiang itu. Kudekati dan kupegang tiang tiang listrik tersebut, dingin rasanya, seakan-akan menusuk tulang jari-jemariku yang kecil. Entah pesan apa yang mau disampaikan aku belum bisa menafsirkan. Adzan subuh berkumandang memusuk telingaku. Ahh sial sudah waktunya untuk pulang. Kupaksa kutinggaklkan tiang listrik itu sendiri dikerumuni dinginya alam.

Sesampainya sampai dirumah aku langsung menuju kamar dan melelapkan tubuh ini. Diatas kasur empuk. Detengah lelapnya tidurku sinar mentari lewat celah cendela kamarku menusuk mataku yang lagi nikmat terlelap. Terpaksa aku harus bangun dan menghentikan mimpi indah. Kulihat jam dinding menunjukan pukul setengah sembilan. Ahh sial jam setengah sepuluh aku ada kuliah. Segerak aku bangun dan pergi kekamar mandi untuk membersihkan diri dan menyadarkan dengan guyuran air. Setelah berpakaian rapi segera aku berangkat kekampus. Kulihat garasi rumah sudah terbuka dan seperti biasa mobil bapak dan ibuk ku sudah tidak ada. Kulihat garasi dua kendaraan besi sepertinya sudah mengantarkan perpisahan antara mereka menuju kpentingan sendiri-sendiri.

Bi inah pembntuku menghampiriku dan bilang katanya bapa dan ibu sudah pergi sejak subuh tadi. Tak kuhiraukan segera kuambil motor kesayanganku dan menuju kekampus. Bi inah sepertinya kasihan dengan kondisiku saat ini. Dirumah hanya bi inah yang mampu kurasakan kasih sayangnya, karena dari kecil aku dirawat oleh bi inah, karena orang tuaku terlalu asyik mengejar duniawinya. Bahkan sampai saya merasa mereka sampai lupa kalau sudah punya anak. Sejak sd sampai sma yang mengambil rapotku bi inah. Sejak sd sampai sma aku selalu peringkat pertama dan selalu menjadi wisudawan terbaik berkat ketelitian bi inah mendampingiku belajar. Sampai aku diterima diperguruan tinggi dan jurusan favorit ya berkat bi inah. Sedangkan bapak dan ibuk ku, aku hanya tertawa mengingat tingkah laku mereka. Sehingga kondisi yang seperti itu memaksaku mencari kebahagiaan sendiri ketika menginjak dewasa dan mengerti lebih dalam.

Ditengah perjalananku kulihat tiang listrik yang menggodaku tadi malam. Kusempatkan berhenti melihat tiang tersebut sambil menyukut sebatang rokok. Detangah aku lamunnku menatap tiang listrik baru sadar kalau aku ada kuliah. Kulihat arlojiku menunjukan jam sembilan lebih lima belas meniy. Aah sial, kupacu sepeda motorku dengan kencang menuju kampus. Dikampus arlojiku menunjukan jam stengah sepuluh lebih sepuluh menit. Sial telat nih, aku berlari menuju kelas dan masuk kelas. Sampai dikelas temanku bilang hari ini dosenya gak masuk. Ahh sial lagi menambah kekesalanku hari ini. Emosi gak jelas semakin terlihat diraut wajahku. Mending kupustuskan untuk ngopi dikantin kampus.

Kupesan secangkir kopi hitam dan kusulut rokok untuk menemaniku. Ditengah aku menenangkan pikiran kulihat lembaran koran. Entah apa yang merasuki otak ku untuk membacanya, padahal sejak aku terjun kedunia kelam aku manjadi alergi dengan yang namanya buku apalagi koran. Kuambil koran tersebut dan dihalaman pertama terdapat gambar sebuah mobil fortuner menabrak tiang listrik. Diberitakan bahwa mobil itu milik salah satu anggota Dewan yang saat ini menjadi buronan KPK karena beberapa kali mangkir dari panggilan KPK. Aku tidak tahu kenapa dan tidak mau tahu kasusnya seperti apa, karena drama politik memang sudah biasa terjadi dinegeri ini. Setahu saya tiang tersebut masih berdiri tegak walaupun ditabrak mobil, namum orangnya sampai terluka parah.

Aku menjadi ingat tiang listrik tadi malam. Disini aku mulai menafsirkan bahwa tiang tersebut menyampaikan kepada manusia agar tetap berdiri kokoh ketika menghadapi ujian apapun, bahkan setelah ditabrak mobil tiang tersebut masuh mampu berdiri kokoh. Hal ini memberiku semangat baru untuk hidup lebih baik. Mulai saat itu aku mencoba berkarya lewat tulisan, aku tak mau berkutat pada masalah yang terjadi dirumah, intinya aku tetap berkarya disetiap waktu hingga aku saat ini sudah mampu menerbitkan buku. Kagiatan setiap malampun sudah aku tinggalkan namun bukan berarti aku meninggalkan teman-temanku yang masih suka mabuk. Setelah aku lulus dari kuliah dan sukses sebagai penulis bahkan biaya selama aku kuliah sudah tercukupi berkat menulis, orang tua ku mulai sadar dan meminta maaf. Orang tua ku sadar bukan harta yang membawa kebahagiaan tapi kehangatan keharmonisan keluarga yang mampu membawa kebahagiaan, harta hanya akan membuat terlena dengan keserakahan nafsu dunia.

Saat ini hubungan keluargaku berjalan harmonis. Ayah semakin nertanggung jawab dan bekerja secukupnya untuk kebutuhan keluarga. ibu ku memutuskan berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. bi inah sudah tua dan sudah waktunya pensiun, namun ibuku mengirim uang setiap bulanya untuk bi inah untuk mencukupi lebutuhan keluarganya dikampung. Jasa bi inah tidak akan kulupakan, setiap liburan aku mengunjungi bi inah kekampungnya karena sudah aku anggap orang tuaku sendiri. Syukur tak henti-hentinya didalam doa ku kepada Allah yang telah mendengar doa ku. Andaikan ini sejak dulu, ahh entahlah aku syukuri apapun yang terjadi. Dari tiang listrik aku belajar banyak dan mmpu merubah hidupku yang memang harus tegak berdiri. Andaikan saja negeri ini seperti tiang listrik yang selalu tegak berdiri terutama hukumnya, tentu akan tercipta negeri yang bahagia. Ahh sudahlah kayaknya terlalu jauh aku menafsirkam heee.

*Penulis adalah Mahasiswa fakultas Dakwah UIN Surabaya, sekaligus ketua Rayon PMII dakwah UIN Surabaya.
(Kontributor Mahasiswa Bergerak)

CARA MUDAH UPDATE POSTINGAN:

0 Response to "CATATAN SI PEMABUK TENTANG TIANG LISTRK"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel